Langsung ke konten utama

KESENJANGAN GENDER DALAM PERUSAHAAN

 Persoalan tentang kesetaran gender masih menjadi tantangan klasik di seluruh dunia, dimana perempuan masih menerimakesenjangan perlakuan disbanding karyawan laki-laki. Ketika ingin memahami tentang perempuan dalam kesenjangan gender di perusahaan, maka kita perlu sepakat bahwa karyawan perempuan kurang mendapatkan kepercayaan untuk berada di jabatan atau posisi strategis karena dinilai tidak mampuan untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan untuk menyelesaikan tugas-tugas sulit dan cenderung mendapatkanupah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Dari kesepakatan tersebut tampak adanya pembagian atas duakelompok yang bertentangan antara karyawan perempuan dengan karyawan laki-laki. sejak dulu perempuan selalu dipandang sebelah mata dan selalu menjadi yang nomor dua. Hal ini terjadi karena kaum laki-laki ragu untuk membahastentang kesetaraan gender, tidak ingin kehilangan posisi penting, serta meragukan kemampuan seorang perempuan.
Menurut data World Economic Forum pada tahun 2018, perempuan mendapat upah yang lebih rendah daripada laki-laki. Butuh waktu 202 tahun bagi kaum Hawa agar mendapatkan upah yang setara dengan kaum Adam. Padahal kesetaraan gender di dunia kerja akan menghasilkan dampak yang positif secara luas bagi korporasi, komunitas, bahkan untuk negara. Banyak perusahaan yang masih enggan untuk mempekerjakan lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki di kantor maupun di fasilitas produksinya karena berbagaialasan.

 Pada tahun 2017 data menunjukkan bahwa rata-rata perempuan mendapatkan upah 21,64% lebih rendah dari laki-laki. Namun, bagi mereka yang berusia 30 tahun dan ke atas, baik laki-laki ataupun perempuan cenderung mendapatkanupah yang setara selama keduanya berusia sama, memilikilama pengalaman kerja yang sama, dan memiliki tingkat pendidikan yang sama serta bekerja di bidang yang sejenis. Hanya, banyak kaum Hawa yang berhenti bekerja sebelum mencapai tahap tersebut. Perempuan yang memiliki anakbiasanya tidak lagi fokus pada kariernya karena beban mengasuh anak biasanya jatuh kepada mereka.

            Data juga menunjukan bahwa manajer perempuan mendapatupah yang jauh lebih tinggi dibanding laki-laki dengan usiadan jabatan yang sama, dengan rata-rata perbedaan upah di antara keduanya sebesar 23,68%.
Hal ini menunjukkan bahwa begitu perempuan mendapatjabatan manajerial, mereka memperoleh tingkat penghasilan yang sama dengan laki-laki. Fenomena ini bisa saja terkaitpada kepercayaan bahwa kehadiran direktur perempuan di suatu perusahaan dapat meningkatkan laba perusahaan.
Namun, banyak perempuan yang tidak mencapai jenjangtersebut karena mereka merasa harus membagi waktu antara bekerja dan mengasuh anak. Mereka lebih memilih jam kerjayang fleksibel. Beberapa perempuan bahkan berhenti bekerjasepenuhnya setelah memiliki anak agar dapat menghabiskanlebih banyak waktu bersama buah hatinya. Hanya 18,5% manajer tingkat atas di Indonesia yang berasal dari kaumHawa.
Contoh Kasus :
• Kasus Aice: dilema buruh perempuan di Indonesia danpentingnya kesetaraan gender di lingkungan kerja.

“Saya sudah bilang ke HRD, saya punya riwayatendometriosis jadi tidak bisa melakukan pekerjaan kasarseperti mengangkat barang dengan beban berat,”
Itulah pengakuan salah satu buruh perempuan yang bekerja pada perusahaan produsen es krim PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice, Elitha Tri Novianty.

Perempuan berusia 25 tahun ini sudah berusahamengajukan pemindahan divisi kerja karena penyakitendometriosisnya kambuh. Tapi apa daya, perusahaanjustru mengancam akan menghentikannya dari pekerjaan. Elitha terdesak dan tidak punya pilihan lain selain terusbekerja.

Akhirnya, dia pun mengalami pendarahan hebat akibatbobot pekerjaannya yang berlebihan. Elitha terpaksamelakukan operasi kuret pada Februari lalu, yang berartijaringan dari dalam rahimnya diangkat. Elitha hanya satudari banyak buruh perempuan yang hak-haknyaterabaikan oleh Aice.

Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh DemokratikKerakyatan (F-SEDAR), yang mewakili serikat buruhAice, menyatakan bahwa sejak tahun 2019 hingga saatini sudah terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasusbayi yang dilahirkan dalam kondisi tak bernyawa dialamioleh buruh perempuan Aice.

Pihak Aice telah membantah tuduhan tersebut.Perwakilan Aice, Simon Audry Halomoan Siagian, menyatakan bahwa pihaknya sudah melarang perempuanyang sedang hamil untuk bekerja di shift malam.

Namun terlepas dari penjelasan yang diberikan, Aicetetap mendapat kecaman dari berbagai pihak dan bahkanmenghadapi aksi boikot. Tapi perjuangan untukmeperjuangkan hak-hak buruh perempuan tampaknyamasih jauh karena masih banyak perusahaan yang menelantarkan hak-hak buruh-buruh perempuan merekademi mengejar efisiensi dan efektivitas produksiperusahaan. Para pengamat buruh dan gender berargumen praktik penindasan hak buruh perempuanmerupakan akibat dari pelanggengan budaya patriarki di sektor ketenagakerjaan di Indonesia.

Kesimpulan

   Seorang public relation memiliki salah satu peran untuk membina hubungan kedalam atau biasa dikenal dengan istilah internal public relations. Publik internal merupakan publik yang terdiri atas orang yang merupakan bagian dari perusahaan yang secara fungsional memiliki tugas, hak, kewajiban dan pekerjaan tertentu. Public relation harus dapat melakukan identifikasi terhadap hal yang dapat menimbulkan dampak negatif didalam perusahaan sebelum suatu kebijakan dijalankan dan disampaikan kepada publik atau masyarakat umum.
Maka dari itu sebagai seorang Public Relation, hal-hal yang dapat kita hadapi terkait kesenjangan gender di dalam perusahaan yaitu dengan membuat kebijakan sebaiknya lebih menekankan pada aspek kesetaraan gender di tempat kerja dan membantu perusahaan dalam menghadapi berbagai aspek permasalahan dengan berbagi pengetahuan terkait kesetaraan gender, baik kepada laki-laki maupun perempuan. Mereka harus sadar bahwa pria dan wanita melihat pencapaian akan konsep kesetaraan gender secara berbeda. Kebanyakan laki-laki memandang bahwa kesetaraan gender telah banyak dicapai tapi kebanyakan perempuan justru memandang sebaliknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinkronisasi Era Modernisme dengan Kebudayaan Nusantara

Pengaruh modernisasi, menjadi suatu problem dimana dapat menghilangkan unsur budaya yang dulunya sangat melekat di masyarakat. Sehingga tidak menutup kemungkinan, banyak dari kita yang lupa akan menjaga kelestarian budaya. Di era digitalisasi sekarang, media massa menjadi tombak utama untuk menyalurkan pesan/informasi kepada khalayak, dalam hal ini berkaitan dengan pelestarian kebudayaan. Mengapa saya sebut demikian? Menurut saya, kalau kita tela'ah lebih dalam lagi, tujuan dari "pelestarian" kebudayaan salah satunya adalah untuk menampilkan/memperkenalkan suatu budaya yang masih asri/terjaga kelestariannya yang nantinya juga akan dinikmati oleh masyarakat, sekaligus sebagai bentuk upaya pelindungan dan pelestarian dari ancaman modernisasi. Sebenarnya modernisasi bukanlah suatu hal yang menjadi suatu hambatan untuk kita dalam upaya menjaga dan melestarikan budaya. Namun tergantung bagaiamana kita untuk terus berupaya dalam memanfaatkan era digital sekarang dengan tujuan m